Sejarah logika
- Pengertian Logika
Logika berasal dari kata Yunani
“logos” yang berarti ucapan, kata,
akal budi, dan ilmu. Kamu tentu sudah banyak kali mendengar kata logos.
Misalnya, ketika mempelajari biologi, kamu tahu kalau biologi adalah ilmu
(logos) tentang makhluk hidup (bios).
Atau sosiologi yakni ilmu tentang masyarakat (socius), atau zoologi, yakni ilmu
tentang binatang, atau psikologi, yakni ilmu tentang jiwa (psikhe) manusia.
Bahkan ilmu tentang Tuhan (teologi). Demikianlah, logos dalam pengertian ilmu
atau kajian memiliki hubungan yang erat dengan salah satu aspek kajian yang
menjadi objek formal dari ilmu bersangkutan sekaligus membedakan ilmu tersebut
dari ilmu-ilmu lainnya.
Logika
adalah ilmu dan pengetahuan, maksudnya dengan orang berlogika maka secara tidak
langsung dia akan mendapatkan ilmu di saat logikanya bekerja dan logika juga
dapat dikategorikan sebagai jalan menuju kebenaran, namun ada hal yang tak
dapat diterka oleh logika itu sendiri yang dapat membuatnya tak sepaham dengan
keyakinan kita yakni tentang permasalah keyakinan pada Tuhan terutama Islam
yang dimana Tuhannya tak dapat dilihat namun diyakini keberadaannya.
Berpikir sangat erat dengan
aktivitas akal budi manusia “berpikir”. Berpikir itu sendiri adalah bagian dari
kehidupan manusia. Sehari-hari , kita
mampu berdialog, menulis surat,novel,puisi dll, mengkaji suatu uraian,
mendengarkan penjelasan-penjelasan, dan mencoba menarik kesimpulan dari apa
yang kita lihat dan kita dengar. Tetapi berpikir yang sering dirasa bersifat
spontan itu bisa saja dianggap sebagai sesuatu yang mudah, gampang, dan biasa-biasa.
Namun pada keyataannya bahwa berpikir
dengan teliti, tepat, dan teratur merupakan kegiatan yang cukup sulit di terima
Manakala kita meneliti dengan saksama
dan sistematis berbagai penalaran, mungkin saja akan kita temui banyak kekeliruan, dan penalaran yang tidak sepaham
dengan pemikiran kita sendiri . Hal itu disebabkan antara lain karena dalam
berpikir orang mudah tertangkap dalam perasaan-perasaannya, menganggap benar
apa yang disukainya, terpengaruh prasangka, kebiasaan, dan pendapat umum. Dalam
keadaan yang demikian, kita sulit mengajukan alasan yang tepat atau menunjukkan
mengapa suatu pendapat tidak dapat diterima. Karena itu dalam kegiatan
berpikir, kita dituntut untuk sungguh-sungguh melakukan pengamatan yang kuat
dan cermat supaya sanggup melihat hubungan-hubungan, kejanggalan-kejanggalan;
dan kesalahan-kesalahan yang terselubung.
- Sejarah Logika
A.
Sejarah Logika Pada Era Para Nabi
Pohon
sejarah logika tumbuh sejak awal penciptaan manusia. Kalau bukan karena
kegilaan, manusia batal menghuni bumi. Logika iblis berseberangan dengan
‘logika’ Tuhan. Ketika ia diperintahkan ‘bersujud ‘ sebagai simbol penghormatan
kepada Adam, iblis melawan ‘logika’ Tuhan. Kegilaan iblis membuatnya terkutuk
dengan ancaman neraka, lalu perseteruan kebenaran-logika menjadi cerita abadi
manusia hingga kiamat tiba.
Logika gila iblis versus ‘logika waras’ Tuhan, seperti dua sisi keping koin
yang selalu berseberangan posisi. Kegilaan logika Adam ada karena pengaruh
bisikan iblis, “Makan buah khuldi membuatmu
hidup abadi di surga.” Logika keabadian Adam berseberangan dengan logika Tuhan,
Adam disebut gila. ‘Logika’ Tuhan harus dimenangkan! Adam dihukum, turun ke
bumi untuk menebus kegilaan karena menyimpang dari ‘logika’ Tuhan.
Cerita
berlanjut berabad-abad, pertempuran dua sisi keping koin, keping logika, antara
logika sehat dan logika gila. Akal sehat, otak, akal pikiran denga ransum
pengetahuan sebagai alat bantu memilih sisi koin logika manusia tinggal memutuskan akan berada di sisi yang mana. Logika iblis
dan kesesatan sudah disetting untuk eksis sebagai mayoritas, sedang
logika Tuhan dan kebenaran sebagai minoritas.
Kegilaan
nabi-nabi menjadi koin logika pada tiap zaman, tiap generasi, tiap bangsa. Nuh gila ketika membuat
perahu raksasa dimusim kemarau. Musa penyihir gila karena logikanya
berseberangan dengan logika Fir’aun! Yesus-Isa Al Masih gila karena mengaku
sebagai raja, logika mayoritas penguasa harus menyalibnya! Muhammad penyihir
-penya’ir gila oleh logika jahiliyyah Quraisy. Lalu setelah logika baru menang,
dunia berubah pikiran, ternyata Adam, Nuh, Musa,Yesus-Isa dan Muhammad adalah
orang-orang pilihan untuk mengembalikan kewarasan peradaban logika manusia.
Busur logika
melemparkan anak panah menembus kuantum zaman. Logika gila dan gila logika
terus bertarung nasib pada sekeping koin logika. Untuk satu zaman dan bangsa, demokrasi menjadi benar dan logis.
Namun di lain zaman dan lain bangsa, demokrasi menjadi salah dan tidak logis.
Monarki bagi demokrasi adalah logika gila. Maka monarki harus dihapuskan.
Monarki di satu sisi koin, demokrasi di lain sisi. Dua sisi saling
berseberangan, dan perang ideologi menjadi keniscayaan. Yang memenangi perang
ideologi dialah yang berhak untuk mengklaim kebenaran.
Penguasa
berlogika gila karena tergila-gila logika kekuasaan-monarki, bahwa yang
berkuasa itu absolut benar, alias logis. Maka yang tidak berkuasa harus salah
dan sesat, alias tidak logis. Jika di suatu negara telah bersepakat memilih
logika demokrasi, maka logika kekuasaan-monarki berarti menabrak logika negara.
Penguasa monarki adaah penguasa berlogika gila, maka harus
diwaraskan agar logis bagi negara. Thomas jefferson menafsir demokrasi sebagai
ruh absolut negara, agama publik, atau suara Tuhan.
B. Sejarah Logika Pada Era Yunani
Secara historis kelahiran dan
perkembangan pemikiran Yunani Kuno(sistem berpikir) tidak dapat dilepaskan dari
keberadaan kelahiran dan perkembangan filsafat, dalam hal ini adalah sejarah
filsafat. Dalam tradisi sejarah filsafat mengenal 3 (tiga) tradisi besar
sejarah, yakni tradisi: Sejarah filsafat India (sekitar2000 SM – dewasa ini),
sejarah filsafat Cina (sekitar 600 SM – dewasa ini), dan sejarah filsafat Barat
(sekitar 600 SM – dewasa ini).
Sejarah filsafat India dan sejarah
filsafat Cina sebagaimana yang kita kenal sekarag ini.Titik-tolak dan orientasi
sejarah filsafat baik yang diperlihatkan dalam tradisi Sejarah Filsafat India
maupun Cina disatu pihak dan Sejarah Filsafat Barat dilain pihak, yakni
semenjak periodesasi awal sudah memperlihatkan titik-tolak dan orientasi
sejarah yang berbeda. Pada tradisi Sejarah Fisafat India dan Cina, lebih
memperlihatkan perhatiannya yang besar pada masalah-masalah keagamaan, moral/etika
dan cara-cara/kiat untuk mencapai keselamatan hidup manusia di dunia dan kelak
keselamatan sesudah kematian.
Sedangkan pada tradisi sejarah
filsafat Barat semenjak periodesasi awalnya (Yunani Kuno/Klasik: 600SM–400 SM),
para pemikir pada masa itu sudah mulai mempermasalahkan dan mencari unsur
induk (arché) yang dianggap sebagai asal mula segala sesuatu/semesta alam.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Thales (sekitar 600 SM) bahwa “air” merupakan arché, sedangkan Anaximander
(sekitar 610 -540 SM) berpendapat arché adalah sesuatu “yang tak
terbatas”, Anaximenes (sekitar 585 –525 SM berpendapat “udara” yang merupakan
unsur induk dari segala sesuatu. Nama penting lain pada periode ini adalah
Herakleitos (± 500 SM) dan Parmenides (515 – 440 SM), Herakleitos mengemukakan
bahwa segala sesuatu itu mengalir,(“panta rhei”) bahwa segala sesuatu itu
berubah terus-menerus/perubahan sedangkan Parmenides menyatakan bahwa segala
sesuatu itu justru sebagai sesuatu yang tetap (tidakberubah).
Lain lagi Pythagoras (sekitar 500
SM) berpendapat bahwa segala sesuatu itu terdiri dari “bilangan-bilangan”:
struktur dasar kenyataan itu tidak lain adalah “ritme”, dan Pythagoraslah orang
pertama yang menyebut/memperkenalkan dirinya sebagai sorang “filsuf”, yakni
seseorang yang selalu bersedia/mencinta untuk menggapai kebenaran melalui
berpikir/bermenung secara kritis dan radikal (radix) secara terus-menerus.
Yang hendak dikatakan disini adalah
hal upaya mencari unsur induk segala sesuatu (arche), itulah momentum awal
sejarah yang telah membongkar periode myte (mythos/mitologi) yang mengungkung
pemikiran manusia pada masa itu kearah rasionalitas (logos) dengan suatu metode
berpikir untuk mencari sebab awal dari segala sesuatu dengan menurut dari
hubungan kausalitasnya (sebab-akibat).
Jadi unsur
penting berpikir ilmiah sudah mulai dipakai, yakni: rasio dan logika
(konsekuensi). Meskipun tentu saja ini arché yang dikemukakan para filsuf tadi
masih bersifat spekulatif dalam arti masih belum dikembangkan lebih
lanjut dengan melakukan pembuktian (verifikasi) melalui observasi maupun
eksperimen (metode) dalam kenyataan (empiris), tetapi prosedur berpikir untuk
menemukannya melalui suatu bentuk berpikir sebab-akibat secara rasional itulah
yang patut dicatat sebagai suatu arah baru dalam sejarah pemikiran manusia.
Hubungan sebab-akibat inilah yang dalam ilmu pengetahuan disebut sebagai hukum
(ilmiah). Singkatnya, hukum ilmiah atau hubungan sebab-akibat merupakan obyek
material utama dari ilmu pengetahuan. Demikian pula kelak dengan tradisi
melakukan verifikasi melalui observasi dan eksperimen secara berulangkali
dihasilkanlah teori ilmiah.
- Manfaat Logika
Secara singkat manfaat logika dapat
dikategorikan sebagai berikut ;
a.
Logika dapat digunakan untuk menjelaskan atau menyatakan
prinsip-prinsip abstrak yang dapat dipakai dalam berbagai ilmu pengetahuan
b.
Logika di zaman sekarang dapat digunakan sebagai alat
untuk membedakan hal yang benar dari yang palsu.
c.
Logika dapat meningkatkan
intelektual cara berpikir kita dalam menanggapi suatu permasalahan.
d.
Logika membuat kita terlepas dari
hal-hal yang dapat membuat kita keliru entah itu emosi atau prasangka
e.
Logika juga dapat membantu kita
untuk berpikir lurus tentang suatu hal atau biasa disebut dengan kritis.
- Macam-macam Logika
Logika dapat dibedakan atas dua
macam. Meskipun demikian keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kedua
macam logika itu ialah logika kodratiah dan logika ilmiah. Logika kodratiah adalah logika yang
bersumber dari akar pikiran manusia atau logika tersebut lahir dari semenjak
seseorang tersebut lair dari muka bumi ini. Contohnya Hermansah dan Irfan
bersama dalam satu ruangan yang sama, si Hermansah menonton dan si Irfan tidur,
nah kita dapat membedakan bahwa kedua perlakuan tersebut tidak sama walaupun
mereka berdua berada dalam satu ruangan yang sama. Sedangkan logika ilmiah
adalah sebuah logika yang kompleks dimana logika itu dipergunakan dengan sangat
teliti dan pada akhirnya akan mendatangkan keputusan yang final dari berbagai
seleksi pemikiran yang ada. Contohnya logika ilmiah adalah kenapa sering kali
kita membunuh nyamuk dengan tanpa alasan yang sangat jelas atau tak masuk akal
bila kita memikirkannya secara mendalam, misalnya si Hermansah membunuh nyamuk
dengan memakai raket listrik terus ditanya oleh si Irfan tentang alasannya
megapa dia membunuh nyamuk itu, Hermansah pun menjawab dengan alasan karena
nyamuk itu suaranya sangat ribut dan membuat tidur saya tergangggu. Beberapa
saat kemudian pun Irfan membalas ucapan itu dengan berkata bukankah nyamuk
diciptakan oleh ALLAH SWT. Dengan bentuk dan takdir demikian, jadi apabila kamu
membunuhnya hanya dengan alasan dia diciptakan dengan mempunyai suara demikian
brarti anda telah memungkiri takdir yang Tuhan telah berikan terhadapnya. Itu
hanyalah sebagian kecil contoh dari berlogika ilmiah.
- Logika Formal dan Logika
Material
Ada perbedaan antara kebenaran
bentuk dan kebenaran isi. Logika yang berbicara tentang kebenaran bentuk
disebut logika bentuk/formal (formal logic) sedangkan logika yang membahas
tentang kebenaran isi disebut logika material (material logic). Selanjutnya
logika formal disebut juga logika minor dan logika material disebut logika
mayor.
Sebuah argumen dikatakan mempunyai
kebenaran bentuk, bila konklusinya kita tarik secara logis dari premis atau
titik pangkalnya dengan mengabaikan isi yang terkandung dalam argumentasi
tersebut. Yang harus diperhatikan di situ ialah penyusunan
pertanyaan-pertanyaan yang menjadi premis atau dasar penyimpulan. Kalau susunan
premis tidak dapat dijadikan pangkal/dasar untuk menarik kesimpulan yang logis.
Misalnya:
Semua sapi adalah pemakan rumput
Semua kuda adalah pemakan rumput
Jadi, sapi adalah kuda
Contoh diatas memperlihatkan susunan
penalaran yang tidak tepat dengan demikian penalaran tersebut tidak memiliki
kebenaran bentuk. Susunan penalaran yang tepat diketahui berdasarkan
konklusinya yang ditarik secara logis dari premis atau titik pangkalnya.
Misalnya:
Semua ikan adalah makhluk hidup
Semua hiu adalah ikan
Jadi, semua hiu adalah makhluk hidup
Susunan penalaran diatas adalah
tepat sebab konklusinya diturunkan secara logis dari titik pangkalnya. Dengan
demikian kalau penalaran yang tepat itu dikosongkan dari isinya dengan
menghapus pengertian-pengertian di dalamnya dan menggantinya dengan tanda-tanda
huruf terdapatlah pola penyusunan sebagai berikut:
Semua
I adalah MH
Semua
H adalah I
Jadi,
semua H adalah MH
Pola susunan penalaran itu disebut
bentuk penalaran. Penalaran dengan bentuk yang tepat disebut penalaran yang
tepat atau sahih (valid). Semua penalaran, apa pun isi atau maknanya, asal
bentuknya tepat, dapat dipastikan bahwa penalaran itu sahih. Jadi tanda-tanda I, MH, dan H dapat
diganti degan pengertian apa saja, asal susunan premis (yang dijadikan dasar
penyimpulan) tepat dan konklusi sungguh-sungguh ditarik secara logis dari
premis maka penalaran itu tepat/sahih.
Kalau kita sesuaikan dengan
kenyataan, jelaslah bahwa isi dari tiga pernyataan yang membentuk argumen di
atas adalah salah. Namun argumen tersebut sahih dari segi bentuknya karena
kesimpulan sungguh ditarik dari premis atau titik pangkal yang menjadi dasar
penyimpulan tersebut. Bahwa isi dari kesimpulan tersebut salah tidaklah
disebabkan karena proses penarikan kesimpulan yang tidak tepat, melainkan isi
dari premis-premisnya sudah salah.
Supaya kita dapat membedakan dengan
baik kebenaran suatu argumen dari segi bentuk dan isi maka baiklah sekarang
kita menyoroti argumen yang benar dari segi isi.
Sebuah
argumen dikatakan mempunyai kebenaran isi apabila pernyataan-pernyataan yang
membentuk argumen tersebut sesuai dengan kenyataan.
Misalnya:
Semua motor adalah benda mati
Supra x adalah benda mati
Jadi, supra x adalah motor
Kalau kita sesuaikan dengan
kenyataan, jelaslah bahwa isi dari tiga pertanyaan yang membentuk argumen di
atas adalah benar (sesuai dengan kenyataan) dengan demikian argumen tersebut
memiliki kebenaran isi. Namun, kalau kita teliti lebih lanjut, argumen tersebut
sesungguhnya secara formal (menurut bentuknya) tidaklah sahih (valid). Karena
konklusi yang ditarik tidak diturunkan dari pernyataan-pertanyaan yang menjadi
titik pangkal pemikiran. Memang benar bahwa supra x adalah motor tetapi pernyataan (kesimpulan) itu tidak dapat ditarik dari
fakta bahwa semua motor
adalah benda mati dan bahwa
supra x adalah
benda mati.
- Induksi dan Deduksi
Ø Induksi
Induksi adalah sebuah proses penarikan
kesimpulan dari yang berdasarkan dari pengetahuan yang khusus atau tentang
kasus-kasus individu yang tak umum. Pengamatan induksi/induktif sangat
berkaitan erat dengan peninjauan lapangan atau terjun langsung ke medan
permasalahannya atas kasus-kasus yang sejenis lalu disusunlah pernyataan yang
sejenis pula lalu ditarik sebuah kesimpulan yang umum. Misalnya observasi terhadap 10 helai kertas yang dibakar berturut-turut dengan hasil
yang sama yaitu menjadi abu, pengamatan itu secara formal dapat disusun sebagai
suatu bentuk penalaran formal sebagai berikut ;
Kertas 1 dibakar dan
menjadi abu
Kertas 2
dibakar dan
menjadi abu
Kertas 3
dibakar dan menjadi
abu
Kertas 1...
Kertas 10 dibakar dan
menjadi abu
Jadi, semua kertas dibakar dan menjadi
abu
Ø Deduksi
Deduksi adalah sebuah penarikan
kesimpulan bertitik tolak dari pernyataan yang bersifat umum, kita menarik kesimpulan yang
bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduksi/deduktif
memakai pola berpikir yang disebut silogisme. Silogisme adalah argumentasi yang
terdiri dari tiga penyataan. Dalam silogisme itu, dari dua pernyataan yang sudah diketahui (premis), kita turunkan
pernyataan yang ketiga (kesimpulan).
Misalnya:
Semua manusia akan mati.
Hermansah
adalah jin
Jadi, Hermansah akan mati
0 komentar:
Posting Komentar