Sinrilik
SINRILIK
Makassar adalah nama daerah yang
terletak dibagian selatan jazirah Sulawesi selatan yang didiami oleh suku
Makassar beserta semangat yang dimilikinya, termasuk bahasa yang dipakai
masyarakat dalam pergaulan sehari – hari. Daerah ini meliputi, antara lain :
Kabupaten Pangkajene – kepulauan, Maros, Ujung Pandang (Makassar), Gowa,
Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, dan Selayar.
Makassar sebagai salah satu daerah
budaya di Indonesia memiliki kekayaan sastra yang beragam. Pada umumnya sastra
daerah Makassar berbentuk sastra lisan. Karya sastra daerah Makassar bermacam –
macam, baik ditinjau dari segi bentuk maupun isinya. Karya sastra prosa daerah
Makassar meliputi Rupama (Dongeng), Pau – pau (Cerita),
dan Patturiolog(Silsilah). Karya sastra puisi daerah Makassar meliputi Doangang(Mantera), Paruntuk
Kana (Peribahasa), Kelong (Pantun), Pakkiok
Bunting, Dondo, dan Aru (Ikrar/Janji) termasuk pula dalam sastra
daerah Makassar adalah bahasa berirama (Royong dan Sinrilik) yang disampaikan
atau dikomunikasikan dalam dendang/dilagukan dengan iringan alat musik
tertentu.
1. Pengertian
Sinrilik
Karya Sastra Makassar cukup memiliki arti dalam kehidupan
penutur Bahasa Makassar. Salah satu karya sastra di antara sekian banyak karya
satra adalah sinrilik. Sinrilik adalah karya sastra Makassar yang
berbentuk prosa yang cara penyampaiannya dilagukan secara berirama baik dengan
menggunakan alat musik maupun tanpa alat musik. Hingga saat ini, masih
dipelihara dan diminati oleh masyarakat Makassar. Meskipun karya sastra ini
masih diminati oleh masyarakat, namun orang yang dapat melagukannya atau
membacakannya sudah sangat terbatas. Oleh karena itu, karya satra jenis ini
perlu mendapat pembinaan agar tetap lestari.
Sinrilik sebagai salah satu bentuk sastra lisan,
sangat terkait dengan hal – hal :1) pencerita dan penceritaan, 2) kesempatan
bercerita, 3) tujuan bercerita, 4) hubungan cerita dengan lingkungannya, 5)
jenis cerita yang disampaikan, dan 6) pendengar.
Menurut Bantang seorang Pasinrilik harus menguasai beberapa
hal, yaitu :
a. Pandai
berbahasa Makassar
b. Kaya
paruntuk kana
c. Kaya
kelong
d. Menguasai
dialek bahasa Makassar
e. Menguasai
banyak rapang dan pappasang
f. Mampu
mengaprsiasikan dan menyatu dengan alam.
Pada acara – acara tertentu, sinrilik dipentaskan oleh
seorang seniman, yang selain menguasai sastra sinrilik juga mampu menggesek
kesok – kesok (sejenis instrument musik gesek). Orang yang mementaskan sinrilik
ini disebut orang pakesok – kesok.
2. Jenis –
Jenis Sinrilik
Berdasarkan isi dan cara melagukannya, sinrilik dibagi atas
dua macam, yaitu sinrilik pakesok – kesok dan sinrilik bositimurung. Sinrilik
pakesok – kesok adalah sinrilik yang dilagukan dengan iringan kesok – kesok
(rebab). Isinya melukiskan tentang sejarah perjuangan dan kepahlawanan seorang
tokoh. Bunyi kesok – kesok (sejenis alat musik gesek) yang mengiringi pakesok –
kesok/pasinrilik (orang yang memainkan kesok – kesok atau melagukan sinrilik)
harus selaras dengan lagu dan isi serta suasana cerita yang dibawakan.
Adapun naskah sinrilik yang dapat diiringi dengan kesok –
kesok, antara lain : Sinrilik Kappalak Tallumbatua, Sinrilik I Makdik Daeng
Rimakka, dll. Sinrilik ini mengisahkan tentang perjuangan dan kepahlawanan di
sela percintaan sang tokoh yang ditampilkan dalam cerita itu. Jenis sastra ini
sangat menarik apabila dikreasikan menjadi sastra pertunjukan.
Sastra bositimurung adalah sinrilik yang dilagukan tanpa
diiringi alat musik kesok – kesok dan biasanya dilantungkan pada tempat yang
sunyi di kala orang yang berada di sekelilingnya sedang tidur nyenyak.
Sinrilik bositimurung pada dasarnya berisi hal – hal sebagai
berikut.
a. Pujaan yang
menggambarkan kecantikan seorang gadis dengan membandingkan keadaan
sekelilingnya.
b. Merindukan kekasih
yang menggambarkan kerinduan seorang jejaka terhadap gadis yang dicintainya.
c. Beriba hati yang
menggambarkan seorang yang sial atas segala usahanya sehingga menjadi sengsara.
d. Kesedihan yang
menggambarkan kesedihan seorang istri yang ditinggal oleh suaminya (Basang,
1997:72).
Selain itu, sinrilik bositimurung dapat pula dijadikan
sebagai pelajaran atau nasihat yang berharga bagi orang yang menyimaknya karena
isinya menceritakan tentang ganjaran perbuatan yang baik dan siksaan terhadap perbuatan
jelek di akhirat kelak. Sinrilik yang mengisahkan tentang hal – hal seperti ini
biasanya dilantungkan pada saat kedukaan atau kematian sehingga dapat pula
dijadikan sebagai hiburan bagi orang yang ditinggalkan. Acara tersebut biasa
disebut Ammaca Kittak yang pelaksanaannya dilakukan setelah tadarrus Alquran.
3. Contoh
Sinrilik
a. Sinrilik
Pakesok – kesok
Nampami sulengka rapak, natakbenrong binakbakku kesok –
kesokna tampaselaki matangku
“Baru saja ia bersila, terpukullah jantungku, kesok –
kesoknya membuatku tak dapat tidur”.
Penampilan dan gesekan kesok – kesok tersebut sangat memikat
penonton, sehingga tahan untuk tak tertidur (Sirajuddin
Bantang).
b. Sinrilik
Bositimurung
Bosi timurung, batu merah pandanganku, dingin menulang
jamrud hatiku. Semalam suntuk aku gelisah, aku tidak dapat tidur, mataku tidak
pernah terlena. Robek – robeklah selimut yang tidak pernah kubuka memikirkan
raut mukamu, menghitung – hitung kebaikanmu. Engkau bagaikan bulan yang tidak
pernah tertutup awan. Engkau seperti bintang yang tembus dipandang, berkedip –
kedip tidak pernah lepas dari mataku. Engkau tidak pernah lepas dari
perhatianku, mutiara kamarku yang selalu menerangi rumahku. Suluh di kegelapan
penerangan di tengah malam.
Hatimu baik, tubuhmu langsing jarang menyamainya, tingkahmu
bagus, sopan tutur sapanya, si manis darah yang menawan dipandang mata. Sudah
kukatakan bahwa walau pattola (gadis pilihan) sudah berkumpul bermain, walau
cinde (gadis pilihan) sudah berkumpul di halaman, pilihanku tidak akan
berpindah, pusat pandanganku tidak akan bergeser ujian cintaku, memang
kepadamulah meraja rasa hatiku. Pada akhirnya dia berkata : bagaikan intan
kusayangimu, bagaikan jamrud kurindukanmu, bagai emas kusimpan di dalam hati.
B.ANNGARU
1. Aru
Aru adalah sejenis puisi dalam sastra Makassar. Anngaru
adalah semacam ikrar atau ungkapan sumpah setia yang sering disampaikan oleh
orang – orang gowa pada masa silam. Aru biasanya diucapkan oleh bawahan kepada
atasannya, abdi kepada rajanya, prajurit kepada komandannya, masyarakat kepada
pemerintahannya, bahkan raja atau pmrintah trhadap rakyatnya, apa yang
diungkapkan dalam aru itu akan dilaksanakan dengan sungguh – sungguh, baik
untuk kepentingan pemerintah pada masa damai maupun pada saat perang.
Aru dapat pula merupakan pendorong atau motivasi untuk
mewujudkan apa yang menjadi cita – cita sang raja atau pemerintah dalam
membangun kerajaan atau negerinya. Oleh karena itu, setiap raja atau pemerintah
atau pejabat yang baru dilantik trlebih dahulu mengucapkan aru atau sumpah
setia di depan rajanya atau rakyatnya bahwa ia akan bekerja bersungguh –
sungguh dalam melaksanakan tugas – tugasnya.
Aru dapat pula menjadi pembakar semangat juang para
prajurit; menimbulkan semangat patriotik dikalangan prajurit untuk melawan
musuh, aru yang diucapkan oleh prajurit disebut aru tubarania (aru pemberani).
Selain itu, aru dapat pula digunakan dalam berbagai hal, antara lain : upacara
adat atau penyambutan tamu agung. Aru yang diucapkan papa upacara tersebut
selain menghitung nilai magis dan relegius juga mengingatkan kita bagaimana
pentingnya kegunaan aru pada masa lampau.
2. Contoh Aru
Aruna Tubarania ri
Gowa Aru
Sombangku,
napammopporangmamak Sombangku, aku mohon ampun
beribu ampun
Jaidudu sombangku
! Di
hadapan yang mulia
Ri dallekang
lakbirikta Di
atas tahta nan tinggi
Ri empoang
matinggita Di
sisi keratuannya
Ri sakri karantuanta Aku
bersungguh-sungguh mengucapkan ini karaeng
Satuli – tuli kanangku
Karaeng Karena
aku sungguh mencintai karaeng
Panngainna
laherekku Lahir
dan
Pappatojenna batengku Batin
Berangjak
kunipatekbak Aku
laksana parang yang siap diletakkan
Pangkuluk
kunisoeang kapak
yang siap diayunkan
I katte anging
karaeng karaeng
laksana angin
Na i kambe lekok
kayu dan
kami daun kayu
I katte jeknek
karaeng karaeng
laksana air
Na i kambe batang
nammanyuk dan
kami batang yang hanyut
I katte jarung
karaeng karaeng
laksana jarum
Na i kambe bannang
panjaik sedang
kami kelindannya
Irikko
anging berhembuslah
wahai angin
Na marunang lekok kayu supaya
daun kayu berguguran
Solongko
jeknek mengalirlah
wahai air
Na mammanyuk batang
kayu supaya
hanyut batang kayu
Takleko
jarung lalulah
jarung
Namminawang bannang
panjaik supaya
kelindan mengikutimu
Makkanamamaki
mae bertitalah
wahai raja
Na i kambe
manggaukang nanti
kami yang melaksanakannya
Mannyakbuk mamaki mae utarakanlah
keinginannya
Na i kambe
makpakjari nanti
kami yang akan membuktikannya
Punna sallang
takammaya seandainya
terbukti aku mengingkari
Aruku ri
dallekanta janji
yang kuikrarkan dihadapan raja ini
Pangka
jerakku maka
palanglah kuburku
Tinraki bate
onjokku pasaklalah
jejakku
Pinra
arengku gantilah
namaku
Piassalak
jari-jariku kutuklah
keturunanku
Pauwanngi ri anak
roboko wasiatkan
kepada generasi mendatang
Pasangi ri anak
tanjari amanatkan
kepada anak yang belum lahir
Tumakkanaya tentang
orang yang hanya mampu berkata
Na taena
nappakrupa namun
tidak dapat membuktikannya
Sikammajinne aruku ri dallekanta Karaeng demikianlah
aru saya dihadapan Baginda Dasi na dasi na nitarima
paknganroku semoga
permohonanku dikabulkan
Karana
Allah karena
Allah
C.DOANGANG
1. Makna dan
Fungsi Doangang
Doangang merupakan salah satu jenis puisi lama dalam sastra
Makassar yang hamper sama maknanya dengan mantra dalam sastra Indonesia. Kata
doangang mengandung makna permohonan, permintaan, atau harapan
Doangang berbda dengan jenis sastra lainnya sebab doangang
dianggap memiliki brkah dan mengandung kesaktian atau kekuatan gaib bila
diyakini oleh pemakainya. Oleh karena itu, hampir seluruh aktifitas
masyarakat pada masa lampau didahului dengan membaca doangang dengan
harapan agar mereka selamat di dunia dan akhirat.
Pemakaian doangang harus memperhatikan beberapa persyaratan
agar doangang yang dibacanya mendapat berkah dari Allah, yaitu : tidak boleh
membanggakan atau menyombongkan diri, doa itu tidak diucapkan pada sembarangan waktu
dan tempat, harus yakin bahwa doa yang diucapkan itu mempunyai daya gaib, serta
dipakai dengan maksud untuk membela diri atau membantu orang lain.
2. Contoh
Doangang
a. Doa saat hendak kekampung orang
(merantau)
Punna ia naungko ri butta (saat menginjakkan
kaki di tanah)
i kau butta
kuonjok wahai
tanah yang aku injak
palewangak
tallasakku luruskanlah
jalan hidupku
erangak
mange bawalah
aku
ri kaminang
mateknea ke
tempat yang paling baik
D.KELONG
1. Pengertian dan Ciri – Ciri Kelong
Kelong adalah salah satu jenis sastra Makassar yang
berbentuk puisi. Dilihat dari segi bentuknya kelong, terutama kelong
tradisional memiliki kemiripan dengan pantun dalam sastra Indonesia, seperti
empat baris dalam sebait, memiliki persajakan, serta tidak mempunyai judul.
Adapun ciri – ciri khusus kelong tradisional yaitu :
a) Baris – baris dalam bait kelong merupakan satu
kesatuan yang utuh untuk mndukung sebuah makna
b) Kesatuan suara yang terdapat pada tiap – tiap
baris merupakan kesatuan sintaksis yang berupa kata/kelompok kata dengan pola
2/2/1/2
c) Jumlah suku kata pada setiap baris berpola
8/8/5/8
2. Nilai – Nilai dalam Kelong
Nilai merupakan sesuatu yang dihargai atau dihormati atau
sesuatu yang ingin dicapai karena dianggap sebagai sesuatu yang berharga atau
bernilai. Maka dalam kelong Makassar ditemukan mengandung beberapa nilai yang
perlu dijaga dan dilestarikan.
Adapun nilai – nilai yang ditemukan dalam kelong Makassar
antara lain :
a. Nilai Agama
· Boyai ri
taenana cari Dia
dalam gaib
Assengi ri maniakna yakinkan
Dia ada
Tenai
antu meskipun
tidak tampak
Na maknassa ri
niakna tetapi
Dia pasti ada
b. Nilai Moral
· Ammakku
anrong
kalengku ibuku
ibu kandungku
Anrong
tumallassukangku ibu
yang melahirkanku
Pakrimpunganna dan
tempat mencurahkan
Panngai ta
mattappukku segala
kasih
c. Nilai Pendidikan
· Manna
majai tedonnu meskipun
banyak kerbaumu
Mattambung barang –
barangmu bertumpuk
barang – barangmu
Susajakontu engkau
akan susah juga
Punna tna
sikolannu jika
tidak berpendidikan
E.ROYONG
1. Royong
Menurut Matthes Royong adalah sejenis nyanyian untuk
anak-anak kecil (bayi) yang masih berumur empat puluh hari. Berdasarkan bunyi
pertama dari permulaan royong itu, maka royong ada yang disebut pajjappa
daeng atau turinanung, cuwi, dan kurru-kurru jangang yang bermakna
bahwa umat manusia selalu melihat ke tempat yang tinggi. Royong biasanya
dilantunkan oleh perempuan yang sudah berusia lanjut, terutama pada pesta
penyunatan ‘passunnakkang’, perkawinan ‘pakbuntingang’, ataupun pada acara
akikah ‘ pattompalang’ (angngalle areng)’ khusus pesta adapt, Royong biasanya
diiringi dengan alat musik tradisional, sperti : anak backing (dua anak besi
yang dipukulkan), kancing ( dua buah priring tembaga yang diperpukulkan),
curiga (rantai-rantai yang diperpukulkan), gong, ganrang, puik-puik, dengkang
dan lain-lain.
Jika dibaca atau didengar secara sekilas naskah royong yang
ada, maka dapat dikatakan bahwa kata-kata yang terdapat dalam naskah tersebut
sudah banyak yang tidak diketahui artinya, terutama bagi generasi muda karena
kata-kata tersebut sudah jarang didengar ataupun dipergunakan dalam bahasa
percakapan sehari-hari. Namun, apabila naskah itu dibaca atau disimak secara
mendalam, maka ternyata Royong tersebut dilantunkan dengan maksud agar orang
yang diroyongkan itu mendapat keselamatan, kesenangan, kebahagiaan, ketentraman
dan kesejahteraan dalam hidupnya.
Royong sebagai salah satu sastra lisan, cara penyampaiannya
hanya dihafal oleh orang tua-tua sehingga apabila tidak diantisipasi sedini
mungkin maka naskah ini dikhawatirkan akan punah. Meskipun demikian, naskah ini
sudah ada pula yang dapat didokumentasikan, seperti royong appatinro anak, pakkiok
sumangak, akbukbuk bunting dan lain-lain.
2. Fungsi Royong
Fungsi royong
menurut pandangan masyarakat Makassar pada dasarnya sebagai :
a. Pengantar tidur
b. Pengundang rezzeki dan penolak bala atau
penangkal malapetaka
c. Pengesahan suatu adata atau tata cara
kebiasaan kelompok masyarakat
Makassar
d. Media pendidikan budi pekerti atau pemahaman norma-norma
positif kepada generasi penerus.
3. Contoh Royong
Cui Battumako mae, manribbakkang cilolonnu, bonena gulu
battannu, nasikontu manumera, tea makjeknek mata, na matekne pakmaiknu, na
mabajikmo nusakring
F.PAU-PAU
1. Pau-Pau
Pau-pau merupakan salah satu bentuk karya sastra yang
berusaha mengungkapkan realitas yang ada dimasyarakat. Pau-pau termasuk jenis
prosa dalam sastra Makassar, namun dalam sastra Indonesia dikategorikan sebagai
Hikayat, Pau-pau/ hikayat adalah cerita yang berbentuk prosa (Hooykas dalam
Baried dkk, 1985:6). Pada masa sekarang ini pau-pau/hikayat diprgunakan dalam
arti kisah yang melukiskan celah-celah kehidupan manusia.
Hikayat meliputi berbagai ragam cerita, mulai dari jenis
cerita rakyat, epos, dongeng, cerita berbingkai, sampai cerita bersejarah dan
kisah perorangan (Fang dalam Baried, 1985 : 6). Jadi, pada prinsipnya pau-pau/
hikayatpun merupakan cerita riman fiktf yang dibaca untuk pelipur lara dan
pembangkit semangat juang.
Para sastrawan menjadikan pau-pau/ hikyat sebagai wahan
untuk menuangkan ide dan gagasannya dalam rangka meniru “kemungkinan” tempat
sastrawan.
Label: Sastra
Nusantara
Dilihat dari tradisi berkembangnya,sastra bugis kuno
menempuh dua cara,yaitu tradisi lisan (oral Tradision) dan tradisi tulis
(literary tradition),dan keduanya ada yang berkembang seiring dalam waktu yang
bersamaan.Terkadang sebuah karya sastra terdapat dalam dua tradisi,yaitu lisan
dan menulis.Khusus dalam sastra bugis kuno dalam tradisi tulis sebagian
naskahnya masih dapat dibaca hingga saat ini . Karya sastra tersebut terekam
dalam bentuk naskah tulisan tangan yang menggunakan bahan dari berbagai
jenis,misalnya daun lontar,kertas,atau bahan dari bambu.
Mengenai kepustakaan bugis kuno ini,dapat dinyatakan bahwa
secara garis besar dapat digolongkan kedalam dua macam yaitu,pustaka yang
tergolong karya sastra dan pustaka yang bukan karya sastra.Pustaka yang
tergolong karya sastra terbagi kedalam dua bentuk yaitu puisi dan prosa.Karya
sastra yang tergolong Puisi (disebut surek) terbagi lagi kedalam empat kelompok
atau empat jenis,yaitu: galigo,pau-pau,tolok,dan elong.Keempat jenis puisi
Bugis (surek) ini,jika dilihat bentuknya , maka dapat digolongkan lagi kedalam
dua jenis,yaitu: galigo,pau-pau,dan tolok berupa puisi naratif yang ceritanya
pada umumnya panjang(puluhan atau ratusan halaman),sedangkan elong hanya berupa
pernyataan yang mungkin satu atau beberapa bait saja sudah dapat mengemukakan
maknanya secara lengkap.
1.Sastra Galigo (mitos)
Masa perkembangan sastra galigo diperkirakan oleh beberapa
pakar secara berbeda.Misalnya Mattulada memperkirakan antara abad ke-7 hingga
abad ke-10 se-zaman dengan perkembangan kerajaan hindu di nusantara,berbeda halnya
dengan pendapat Fachruddin Ambo Enre yang memperkirakan sekitar abad ke-14 atau
sezaman dengan perkembangan kerajaan malaka dan kerajaan majapahit sebagaimana
dalam naskah galigo.
Perkiraan lain mengemukakan bahwa galigo dikarang sebelum
agama islam menjadi anutan banyak di Sulawesi selatan.Dalam hal ini sebelum
tahun 1600,karena tidak ditemukannya pengaruh atau ajaran islam
didalamnya.Sedangkan Millis memperkirakan waktu penulisan galigo yakni awal
abad ke-14,dengan mengambil dasar beberapa kronik yang menyinggung cerita
galigo sebagai dasar pemikiran.Salah satu contoh sastra galigo terdapat dalam
cerita Meong Palo Bolonge.Kisah meong palo bolonge menceritakan
tentang Sangiaseri tidak lagi dihargai oleh masyarakat luwu,ia tidak lagi
ditempatkan disinggasana mulianya,penduduk tidak lagi mematuhi
petuah,pantangan,dan larangannya.Ia dimakan tikus pada malam hari dan dipatok
ayam pada siang hari serta Meong Palo Bolonge yang selalu setia
mengawalnya justru disiksa oleh manusia.Dalam kondisi yang menyedihkan itu,Ratu
Padi(Sangiaseri),dan meong palo bolong serta pengawal-pengawalnya sepakat untuk
meninggalkan tempat itu dan pergi mengembara.Dalam pengembaraannya yang
berlangsung lama Ratu Padi akhirnya sampai di Barru.Perjalanannya dari enrekang
hingga lisu digambarkan penuh rintangan dan tantangan akibat perlakuan orang
yang tidak senonoh.Akan tetapi ketika sampai di barru Ratu Padi beserta
rombongannya mendapatkan perlakuan yang beda,Masyarakat barru menyambut Ratu
Padi dengan baik,dijamu,di istirahatkan di rakeang.Mereka dilayani dengan penuh
keramatamahan penduduk sehingga Ratu Padi beserta rombongannya betah berada di
barru.Tak lama kemudian Ratu Padi sangat letih dan sedih mengingat perlakuan
yang tidak baik yang diterimanya dari masyarakat selama pengembaraannya,maka
Ratu Padi memutuskan untuk meninggalkan bumi dan naik kelangit menemui orang
tuanya yang bertahta di “Boting Langi”(kerajaan langit).Setelah sampai di
langit Ratu Padi beserta rombongannya tidak diperkenankan untuk tinggal di
langit sebab keberadaan Ratu Padi sudah ditakdirkan untuk mamberi kehidupan
kepada manusia di bumi.Atas keputusan itu,Ratu Padi beserta rombongannya
akhirnya kembali ke bumi dan daerah Barru yang mereka pilih sebagai tempat
menetap mereka.Setelah Tujuh hari Tujuh malam Sangiaseri tiba di Barru(tiba
dari langit) barulah ia member petunjuk-petunjuk,petuah,nasehat,serta pandangan
khususnya yang berkaitan dengan bidang pertanian serta norma-norma hidup
masyarakat Bugis,diyakini oleh masyarakat bahwa dengan patuh terhadap segala
amanah dari Angiaseri tentunya akan mendatangkan kemaslahatan hidup sebab
dengan demikian ia akan tinggal menetap di Barru.
2.Sastra Pau-Pau(legenda)
Pada masa antara galigo dan tolok, lahir beberapa bentuk
sastra bugis lainnya,yaitu : pau-pau (cerita rakyat legenda),dan pau-pau
rikodong (dongeng singkat),sastra inii merupakan saduran dari sastra melayu
kuno atau sastra parsi.
Dalam kesusastraan bugis kuno,ada cerita rakyat yang dalam
tulisan ini digolongkan sebagai pau-pau belum pernah diteliti secara
mendalam,sebagai contoh salah satu jenis naskah yang isinya tergolong pau-pau
yang berjudul “La Padomo Ennaja”.Jenis karya sastra ini cukup unik,kekhasannya
terletak diantara dua jenis sastra bugis yang disebutkan terdahulu,yaitu galigo
dan tolok.
Masa pertumbuhan karya sastra ini pun diduga berada antara
masa galigo dan masa tolok.Dilihat dari segi tema,tokoh,dan latar cerita hampir
atau bahkan boleh dikatakan sama dengan sastra galigo,yaitu tema umumnya
menyangkut perjuangan; perang,pengembaraan,ratapan,,cinta, kasih,atau
perkawinan.Dari segi tokoh ,juga mirip karena pelaku-pelakunya dapat menjangkau
tiga dunia,seperti naik ke langit,turun ke dunia bawah(peretiwi),atau
menyeberang kea lam akhirat.Dan dari segi latar cerita,juga berkisar pada tiga
ruang ,yakni bumi,langit,dan dunia bawah.Salah satu contoh sastra pau-pau
adalah LaDadok Lele Angkurue.Kisah Ladadok Lele Angkurue bercerita tentang
seseorang yang jatuh cinta kepada seorang gadis dan ingin menikahinya akan
tetapi gadis tersebut menyampaikan syarat yang sangat berat yakni jika ingin
menikahinya harus menyediakan mahar yang berupa Padi dan Istana Manurung yang
berasal dari langit.Syarat yang diajukan tersebut sangat berat untuk dipenuhi
olrh manusia sehingga Ladadok menjadi sedih dan mengurung diri,melihat tuannya
yang bersedih maka ayam Ia Pute Innokkinnong(milik Ladadok) meminta izin untuk
menghadap kepada Dewata Patotoe agar persyaratan yang diminta oleh We Anek(sang
gadis) dapat dipenuhi dengan bantuan Dewata Patotoe.Setelah menghadap Dewata Patotoe
permintaan Ladadok dipenuhi dan akhirnya Ladadok dapat menikahi We Anek.namun
baru saja sudah menikah We Anek marah kepada Ladadok,kemudian We anek ditanyai
apa sebabnya We Anek marah,kemudian We Anek mengatakan bahwa dahulu Ladadok
pernah mengambil perhiasannya ketika masih muda agar dapat diizinkan untuk naik
keperahu Ladadok,We Anek menginginkan perhiasannya kembali,namun perhiasan itu
telah lama hilang ketika suatu saat ladadok pergi berlayar ia tekena badai
sehingga semua perhiasan itu hilang di laut.Akan tetapi We Anek masih
menginginkan perhiasannya maka bersedilah kembali Ladadok,melihat tuannya
bersedih maka ayam La Pute turun kebawah dan menghadap Dewata Peretiwi.Setelah
menghadap Dewata Peretiwi maka permintaan Ladadok agar emas We Anek dikembalikan
dikabulkan sehingga We Anek merasa senang dan rumah tangga Ladadok pun diliputi
kebahagiaan hingga We Anek mengandung,mengetahui istrinya mengandung Ladadok
memesan pada pedagang jawa sebuah keris dan tombak siapa tahu anaknya kelak
laki-laki,namun setelah melahirkan We Anek ternyata melahirkan anak perempuan
dan We Anek menyuruh Ladadok untuk pergi ke tanah jawa agar pesanan kris dan
tombak diganti menjadi kain lembut untuk wanita.Dengan demikian berangkatlah
Ladadok ke tanah jawa,disana ia bertemu pedagang jawa dan mengganti pesanannya
dengan kain lembut untuk wanita sebab anaknya perempuan.Sebelum pulang Burung
Jawa datang menghadap pada Ladadok dan mengatakan akan terbang ke negeri Bugis
makka Ladadok pun menyampaikan salam untuk istri dan juga anaknya dan menyuruh
Burung Jawa untuk menyampaikan kepada istrinya bahwa ia terlibat hubungan mesra
dengan wanita bangsawan jawa.Mendengar berita tersebut We Anek merasa sedih dan
tak lama kemudian We Anek meninggal disusul oleh putrid bangsawannya.Setelah
sampai di negeri Bugis dan mendengar bahwa istri dan juga putrinya telah
meninggal akibat dilanda kerinduan kepadanya maka Ladadok pun mengatakan akan
menyusul istri dan juga anaknya dan mengatakan kalau mereka belum menyebrang ke
alam akhirat maka ia akan mengembalikannya ke bumi.Setelah itu meninggal pula
Ladadok.Setelah meninggal Ladadok bertemu istri dan juga anaknya disebuah
titian menuju kealam akhirat.Setellah bertemu istri dan juga anaknya Ladadok
menyampaikann maksud untuk membawa mereka kembali ke bumi dan usul tersebut di
setujui oleh We Anek,maka berangkatlah mereka ke langit menemui Dewata Patotoe
agar mereka dapat kembali lagi ke bumi.Setelah kembali ke bumi,ibunda We Anek
jatuh sakit dan meninggal dan menyerahkan tahtanya kepada We Anek,setelah masa
berkabung ,We Anek sekeluarga kembali berbahagia dan menjadi Ratu di kerajaan
Annung.
3.Sastra Toloki (kisah kepahlawanan)
Setelah periode sastra galigo berhenti ,muncul kemudian
bentuk sastra bugis yang berbeda dengannya.Perbedaan tersebut tidak hanya dari
segi tema,latar,dan konvensinya saja,melainkan juga dari segi tokoh serta
cerita yang diceritakannya.Periode kedua ini ,para pakar menyebutnya
zaman Tomanurung atau periode lontarak,yaitu sebuah zaman yang
ditandai dengan munculnya sebuah bentuk pustaka Bugis yang berbeda dengan
pustaka (sastra) galigo.Dalam periode ini muncul atau berkembang dua bentuk
pustaka bugis, ada yang tergolong karya sastra dan ada yang bukan karya sastra
. Yang tergolong karya sastra diisebut Tolok,dan yang bukan karya sastra
diisebut lontarak.Masa pertumbuhan kedua bentuk pustaka ini diperkirakan abad
ke-15 hingga abad ke-20.Salah satu contoh dari sastra Toloki adalah cerita
Tolokna Daeng Palie.Cerita Tolokna Daeng Paile menceritakan tentang perjuangan
Daeng Paile beserta para sahabatnya dalam melawan belanda untuk merebut serta
menguasai Labbakeng.
4.Sastra Elong
Dalam pengertian secara harafiah,elong
berarti nyanyian dalam bahasa bugis.Elong dalam masyarakat bugis
betul-betul dinyanyikan atau dilagukan secara lisan.Fungsi elong sebagai
hiburan sangat menonjol karena setiap jenisnya mamiliki tujuan yang berbeda
menurut temanya.Dengan demikian, elong selalu dapat dinyanyikan dalam berbagai
macam suasana kejiwaan masyarakat bugis.
Dengan tidak meremehkan fungsi hiburannya,elong sebenarnya
mamiliki fungsi yang lebih besar lagi, yakni mengandung ajaran-ajaran moral
secara universal yang jika dimaklumi akan dapat berguna sebagai pedoman hidup
bagi siapa saja.Selain dari segi isi ,elong juga disusun dengan mengikuti
konvensi yang mapan(konvensi sastra bugis klasik),baik dilihat dari segi bentuk
maupun jika dipandang dari segi bahasanya (bahasa bugis, khas sastra bugis)
Funggsi dan peranan elong ugi dalam
masyarakat tidak dapat diabaikan karena ia merupakan puisi yang
dimiliki masyarakat daerah bersangkutan yang diteruskan dari generasi ke
generasi sesuai dengan penilaian dan kebutuhannya.
5.Pau-Pau Rikodong Bugis
Pau-pau rikodong (cerita yang dianggap) adalah satu jenis
tradisi lisan Bugis yang berupa cerita rakyat,ada empat kelompok pau-pau
rikodong ,yaitu:
Pau-Pau rikodong na dewata (cerita tentang dewa-dewa)
Pau-pau rikodong na to waranie (cerita tentang kepahlawanan
sage)
Pau-pau rikodong na dokkoloe (cerita binatang atau fable)
Attorioloang (cerita sejarah atau legenda)
6.Papangajak
Papangajak adalah kumpulan pedoman hidup atau nasehat yang
diberikan oleh orang tua kepada anak keturunanya.Sebuah papangajak yang
terkenal dikalangan orang bugis adalah Budhiistihara yang merupakan salinan
hikayat orang melayu,yang asalnya dari keputakaan orang Arab.Himpunan
amanat-amanat orang tua atau nenek moyang disebut paseng.
7.Ulu
Ulu adalah manuskrip-manuskrip mengenai perjanjian antar
Negara.Ulu ini adalah nama lain dari kontrak-kontrak atau trakat antar kerajaan
yang diberi nama khusus sesuai dengan peristiwa yang melatarinya.Salah satu
contoh ulu adalah Lamumpaturue ri Timurung yang merupakan ulu
yang berisi perjanjian antara bone,wajo dan soppeng dalam menghadapi
kemungkinan agresi Kerajaan Gowa.
8.Along Pugi
Puisi rakyat bugis disebut along ‘pantun’
oleh masyarakat pendukungnya.Syair atau pantun bugis yang disebut along pugi
adalah salah satu karya seni orang Bugis dahulu kala dan kini mulai terkikis
sedikit demi sedikit.Elong Pugi berupa syair-syair berbahasa Bugis oleh melodi
nyanyian yang menggambarkan selama pikiran falsafah
hidup,watak,pesan,petuah,ajaran moral suku bangsa Bugis,bahkan gambaran suku
Bugis dapat terlihat dari along pugi yang popular pada masanya.
Berdasarkan gaya bahasa yang digunakan,Along Pugi dapat
dibagi menjadi dua kelompok,yaitu:
a) Along Malliung
b) Along Bawang
Berdasarkan usia pelaku dan pendengarnya,elong pugi di bagi
menjadi tiga golongan,yaitu :
a) Along Ana-ana(pantun
anak-anak)
Along Mario (pantun gembira)
Along Masse (pantun duka cita)
b) Along Tomalolo (pantun
remaja)
Along Mamparore/Mappadicawa (pantun jenaka)
Along Kallolo (pantun anak muda)
Along Mappangaja (pantun nasihat)
Along Topanrita (pantun ulama atau dukun)
Along Panganderreng (pantun adat)
9.Mantra
Mantra biasanya digunakan oleh orang Bugis untuk merias
pengantin agar terlihat lebih cantik dan biasanya disebut cenning rara.
0 komentar:
Posting Komentar