Enzim Fisiologi Tumbuhan
PENDAHULUAN
Satu karakteristik
penting dari organisme hidup adalah berlangsungnya secara teratur
sejumlah reaksi kimia yang kompleks namun terkoordinasi dengan baik di dalam
setiap selnya. Walaupun terjadi banyak tipe reaksi yang berbeda pada setiap waktu
tertentu, namun tidak terjadi kekacauan. Senyawa yang mengontrol metabolisme
ini disebut enzim. Kesemua enzim ini beserta kegiatannya harus terkoordinasi
sedemikian rupa sehingga produk-produk yang sesuai dapat terbentuk dan tersedia
pada tempat yang tepat, dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat,
dan dengan penggunaan enzim seminimum mungkin. Enzim adalah protein yang
mempunyai aktivitas katalisis. Suatu katalisis adalah suatu agen kimiawi yang
mengubah laju reaksi tanpa harus dipergunakan oleh reaksi itu. Dengan tidak
adanya enzim, lalu lintas kimiawi malalui jalur-jalur metabolisme akan menjadi
sangat macet.
Setiap reaksi kimiawi
melibatkan pemutusan ikatan dan pembentukan ikatan. Misalnya, hidrolisis
sukrosa melibatkan pertama-tama pemutusan ikatan antara glukosa dan fruktosa
dan kemudian pembentukan ikatan baru dengan suatu atom hidrogen dan suatu gugus
hidroksil dari air. Biasanya enzim mempercepat reaksi dengan faktor antar 108 dan
1020. Dibandingkan dengan katalisator buatan manusia, enzim 108 hingga
109kali lebih efektif. Selain itu enzim lebih spesifik dari pada
katalisator anorganik atau organik buatan dalam macam reaksi yang
dikatalisisnya.
Enzim terdapat dalam
semua sel, tetapi tidak tercampur merata di seluruh sel. Tumbuhan juga menghasilkan
senyawa metabolit sekunder yang berfungsi untuk melindungi tumbuhan dari
serangan serangga, bakteri, jamur dan jenis pathogen begitu juga manusia,
pembentukan senyawa yang lebih besar dari molekul-molekul yang lebih kecil
disebut anabolisme yang membutuhkan energi. Sebaliknya, katabolisme merupakan
perombakan senyawa dengan molekul yang lebih kecil yang menghasilkan energi.
Baik anabolisme maupun katabolisme berlangsung secara sistematis dan teratur
membentuk lintasan metabolik.
Enzim terkonsentrasi dalam kompartemen-kompartemen, misalnya
enzim untuk fotosintesis terdapat pada dalam kloroplas, untuk respirasi
terutama terdapat dalam mitokondria sedang sebagian lagi terdapat dalam
sitosol. Pengelompokkan enzim dalam kompartemen meningkatkan efisiensi
proses-proses seluler karena dua hal, yaitu pertama, membantu memastikan bahwa
konsentrasi reaktan cukup di tempat enzim tersebut terdapat, dan kedua,
membantu memastikan bahwa satu senyawa diarahkan menjadi hasil yang diperlukan
dan tidak dialihkan ke jalur lain oleh kerja enzim lain yang berkompetisi yang
juga dapat bekerja pada senyawa tersebut di tempat lain dalam sel.
PEMBAHASAN
I. KOFAKTOR: AKTIVATOR,GUGUS PROSTETIK DAN
KOENZIM
Banyak enzim untuk aktivitasnya
memerlukan komponen non protein yang disebut kofaktor. Tidak seperti enzim,
kofaktor itu stabil pada suhu yang relatif lebih tinggi dan yang tetap tidak
berubah pada akhir suatu reaksi. Dapat dibedakan tiga tipe kofaktor yaitu
aktifator, gugus prostetik dan koenzim. Banyak molekul organik, beberapa
berkerabat dengan vitamin, berlaku sebagai kofaktor. Molekul kofaktor
akan berikatan dengan enzim (seperti pada gugus prostetik) atau hanya
berasosiasi lemah dengan enzim (seperti pada koenzim). Pada kedua keadaan,
molekul kofaktor berperan sebagai pembawa kelompok atom, atom tunggal atau
elektron akan dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain dalam satu jalur
metabolisme.
Di samping komponen
proteinnya, beberapa enzim juga mengandung senyawa organik nonprotein dengan
ukuran molekul yang lebih kecil yang disebut kofaktor. Tidak seperti enzim,
kofaktor itu stabil pada suhu yang relatif tinggi dan yang tetap tidak berubah
pada akhir suatu reaksi. Dapat dibedakan tiga tipe kofaktor yaitu ion anorganik
(aktivator), gugus prostetik dan koenzim.
a. Ion-ion anorganik sebagai aktivator enzim
a. Ion-ion anorganik sebagai aktivator enzim
Aktivator biasanya
berikatan lemah dengan satu enzim. Banyak enzim yang berasosiasi dengan
glikolisis memerlukan logam sebagai aktivator. Logam yang diketahui
merupakan aktivator dari sistem enzim adalah Cu, Fe, Mn, Zn, Ca, K dan Co.
Beberapa unsur hara dapat berperan sebagai aktivator enzim,ion Mg2+ berperan
sebagai aktivator enzim-enzim yang menggunakan ATP atau nukleosida difosfat
atau trifosfat lainnya sebagai substrat. Kompleks enzim-substratnya adalah
kompleks Mg-ATP-enzim. Ion Mg2+ berperan
sebagai aktivator logam untuk sebagian besar enzim yang menggunakan ATP atau
nukleosida difosfat atau trifosfat sebagai substrat. Satu kelat yang stabil
dibentuk antara ATP dan Mg2+. Kompleks enzim substrat akan menjadi satu
kompleks Mg-ATP enzim. Mg2+ juga berkombinasi dengan ADP. Pada
jurnal yang berjudul “Aktivitas Ligninolitik Jenis Ganoderma pada
Berbagai Sumber Karbon”, dimana logam yang diketahui dalam aktivator
sistem enzim ini adalah Mn.
Selain
itu pada jurnal “Influence of Cadmium and Mercury on Activities of
Ligninolytic Enzymes and Degradation of Polycyclic Aromatic Hydrocarbons by
Pleurotus ostreatus in Soil” logam Mn yang diketahui dalam aktivator sistem
enzim memberikan peranan penting dalam aktivitas enzim ligninoltik.
Demikian
pun Mn2+ dapat berkombinasi dengan ADP atau ATP menurut cara
yang sama membentuk satu kelat yang sering sama aktifnya seperti yang dibentuk
dengan Mg2+. Kombinasi kation dengan substrat dan bukan dengan enzim
penting bagi kation bervalensi dua, tetapi kombinasi langsung beberapa enzim
dengan mangan, besi, seng, tembaga, kalsium, dan kalium juga terjadi, seperti
yang terlihat dengan besi atau tembaga pada sitokrom oksidase.
b. Gugus prostetik
Gugus prostetik terikat erat pada molekul protein enzim dengan
ikatan kovalen dan esensial untuk aktivitas katalitik enzim yang bersangkutan,
contohnya adalah enzim dehidrogenase yang berperan dalam respirasi dan
perombakan asam lemak. Enzim dehidrogenase ini mengandung pigmen kuning yang
disebut flavin yang terikat pada protein, dimana flavin ini esensial bagi
aktivitas enzim tersebut karena kemampuannya untuk menerima dan memindahkan
atom H selama proses reaksi berlangsung.
Gugus prostetik berikatan erat dengan enzim
(protein) oleh ikatan kovalen. Senyawa organik terintegrasi sedemikian sehingga
membantu fungsi katalisis enzimnya misal FAD, FMN, dan biotin. Beberapa enzim
dehidrogenase yang terlibat dalam respirasi dan penguraian asam lemak
mengandung pigmen kuning disebut flavin yang melekat pada protein. Flavin
penting untuk aktivitas enzim karena kemampuannya menerima dan kemudian
memindahkan atom hidrogen selama reaksi katalisis. Sebagai contoh FAD
mengandung riboflavin (vitamin B2) yang merupakan bagian FAD yang
menerima atom hidrogen. Beberapa enzim mempunyai gugus prostetik yang
mengandung ion logam (misal besi atau tembaga pada sitokrom oksidase). Gugus
prostetik dari sitokrom berperan sebagai pembawa elektron. Pada waktu menerima
elektron, besi terinduksi menjadi FE2+ pada waktu melepaskan elektron
besi akan reoksidase menjadi Fe3+.
c. Koenzim
Banyak enzim yang
tidak mempunyai gugus prostetik memerlukan senyawa organik lain untuk
aktivitasnya yang disebut koenzim. Kebanyakan koenzim terdiri atas vitamin atau
bagian vitamin. Telah ditemukan bahwa beberapa dari vitamin B merupakan
komponen utama koenzim. Contoh koenzim adalah NAD, NADP, koenzim A dan
ATP.Misal, NAD (nikotinamid adenin dinokleotida) yang berasal
dari vitamin asam nikotinat terdapat dalam bentuk terduksi dan teroksidasi.
Pada keadaan teroksidasi berfungsi dalam katalis sebagai akseptor hidrogen yang
diperlukan enzim dalam tumbuhan. Koenzim dan aktivator logam umumnya tidak
melekat erat pada enzim, kadang-kadang tidak terdapat perbedaan yang jelas
anara koenzim dan ggus
II. MEKANISME KERJA ENZIM
Bagaimana
suatu enzim mempercepat suatu reaksi? Pada waktu reaksi berlangsung, molekul
yang berenergi tinggi mengalami perubahan. Enzim berfungsi dengan cara
meningkatkan proporsi molekul yang mempunyai cukup energi untuk bereaksi,
sehingga mempercepat laju proses. Enzim melakukan hal ini dengan menurunkan
energi yang diperlukan reaksi dan bukan meningkatkan jumlah energi dalam tiap
molekul. Adanya enzim sangat mengurangi (menurunkan) energi aktivitas suatu
reaksi. Jika energi aktivasi untuk suatu reaksi itu rendah, lebih banyak
molekul (substrat) dapat bereaksi daripada tanpa enzim. Enzim menigkatkan
kecepatan reaksi keseluruhan tanpa mengubah suhu reaksi. Misalnya energi
aktivasi untuk reaksi hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa kira-kira
32.000 kalori per mol, tetapi dengan adanya enzim invertase energi aktivasi
menurunkan energi aktivasi menjadi kira-kira 9.400 kalori per mol.
Agar reaksi dapat
berlangsung (reaksi yang spontan sekalipun) memerlukan aktivasi.
Molekul-molekul yang akan bereaksi itu, akan menjadi bentuk antara yang tidak
stabil untuk diubah menjadi produk. Enzim berfungsi dengan cara meningkatkan
proporsi molekul yang mempunyai cukup energi untuk bereaksi, sehingga
mempercepat laju proses.
Enzim melakukan hal
ini dengan menurunkan energi yang diperlukan reaksi, dan bukan meningkatkan
jumlah energi dalam tiap molekul. Cara kerjanya ialah dengan membentuk kompleks
enzim-substrat sebagai bentuk antara yang untuk itu tenaga yang diperlukan jauh
lebih sedikit daripada mengaktifkan substrat itu secara langsung.
Selama
berjalanya reaksi, enzim dan substrat berkombinasi sementara membentuk kompleks
enzim substrat. Kompleks enzim substrat di hipotesiskan pertama kali oleh
Fizche yang memperkirakan bahwa antara enzim dan substrt terjadi persatuan yang
kaku seperti kunc dan anak kunci. Substrat adalah kunci yang bentuknya
komplemen dengan enzim atau anak kunci. Bagian enzim tempat substrat
berkombinasi disebut tempat aktif.
Jika
kompleks enzim substrat dibentuk maka kompleks diaktifkan untuk membentuk
hasil-hasil reaksi. Setelah terbentuk hasil-hasil tidak lagi sesuai dengan
tempat aktif dan dilepaskan dan tempat aktif siap menerima molekul substrat
lain.
Berbeda
dengan susunan tempat aktif yang kaku. Koshland memperkirakan bahwa enzim dan
tempat aktifnya merupakan struktur yang secara fisik lebih fleksibel dari pada
yang telah diuraikan terdahulu. Koshland menggambarkan bahwa teradi interaksi
dinamis antara enzim dan substrat. Jika substrat berkombinasi dengan enzim,
substrat menginduksi perubahan-perubahan dalam struktur (konfirmasi) tempat
aktif enzim sehingga fungsi katalis enzm berlangsung sangat efektif. Pemikiran
ini dikenal dengan hipotesis induced fit (hipotesis yang sesuai terinduksi).
Pada beberapa keadaan, struktur molekul substrat juga berubah selama di induksi
sesuai, sehingga kompleks enzim substrat lebih berfungsi.
PENGARUH DENATURASI TERHADAP AKTIVITAS ENZIM
Jika
struktur enzim berubah sehingga substrat tidak dapat lagi berikatan, maka
aktivitas katalisis enzim akan hilang. Beberapa faktor yang menyebabkan
perubahan seperti itu yang dengan perkataan lain menyebabkan denaturasi. Pada
banyak keadaan denaturasi tidak dapat balik. Suhu yang tinggi mudah memututskan
ikatan hidrogen dan menyebabkan denaturasi yang tidak dapat balik. Pemanasan
ekstrem menyebabkan terbentuknya ikatan-ikatan kovalen baru antara
rantai-rantai polipeptida atau anatara bagian ranti yang sama dan ikatan-ikatan
ini sangat stabil.
Suhu
rendah selalu dipertahankan selama ekstraksi dan pemurnian enzim untuk mencegah
denaturasi oleh panas. Ini dilakukan walaupun enzim biasa terdapat tidak
terdenaturasi dalam sel-sel pada suhu yang lebih tinggi. Belum diketahui dengan
pasti sebab yang menimbulkan denaturasi pada waktu pemurnian enzim pada suhu
yang sama dengan suhu yang normal sel, tetapi kemungkinan adalah bahwa prosedur
ekstraksi dan pemurnian telah mengambil atau mengencerkan zat-zat yang biasanya
melindungi enzim. Selain itu mungkin homogenasi (penghancuran ) sel sering
membebaskan dan menyebabkan enzim terdedah ke zaat-zat pendenaturasi dari
kompartemen subseluler (misal vakuola) yang in vivo dicegah ileh membran agar
tidak berhubungan dengan enzim. Beberapa enzim diketahui inaktif pada suhu
rendah selama pemurnian. Ini pun karena terjadi suatu perubahan struktur enzim.
Oksigen
dan zat-zat pengoksidasi lain juga mendenaturasi banyak enzim yang sering
disebabkan terbentuknya jembatan disulfida jika dalam rantai terdapat gugus SH
sistein. Zat-zat pereduksi menyebabkan terputusnya jembatan disulfida dan
terbentuk dua gugus SH . logam berat seperti Ag+, Hg2+,
Hg+, atau Pb2+ dapat mendenaturasi enzim. Banyak
pelarut organik juga mendenaturasi enzim.
Jika
enzim dalam keadaan kering, enzim itu kurang peka terhadap denaturasi panas
dari pada juka enzim itu terhidrasi. Itulah sebabnya bii yang kering dan jamur
atau spora bakteri yang kering tahan terhadap suhu tinggi, dan adanya uao
adalam autoklaf yang digunakan untuk sterilisasi mengingatkan ke efektifan
perlakuan daripada oven kering pada sugu yang sama. Keadaan kering itu juga
mencegah denaturasi enzim oleh suhu rendah dalam biji, tunas dan bagian lain
tumbuhan selama musim dingin.
Beberapa faktor dapat
menyebabkan alterasi struktur molekul enzim. Alterasi struktur molekul enzim
ini disebut denaturasi. Pada dasarnya enzim yang telah mengalami denaturasi,
masih dapat kembali ke bentuk normalnya dan dapat kembali berfungsi. Pada
kondisi yang lebih ekstrim, enzim dapat dirombak dan tidak dapat balik,
misalnya pada kondisi suhu yang lebih tinggi. Ekstraksi dan purifikasi enzim
harus dilakukan pada suhu yang relatif rendah untuk menghindari terjadinya
denaturasi, walaupun seandainya pada kondisi di dalam sel, enzim tersebut tidak
terdenaturasi pada suhu yang relatif tinggi.
Oksigen dan zat-zat
pengoksidasi lain juga mendenaturasi banyak enzim, yang sering disebabkan
terbentuknya jembatan disulfida jika dalam rantai terdapat gugus-SH dari
sistein. Zat-zat pereduksi menyebabkan terputusnya jembatan disulfida dan
terbentuk dua gugus-SH. Logam berat seperti Ag+, Hg2+, Hg+ atau Pb2+ dapat
mendenaturasi enzim. Pada kadar air yang rendah, enzim lebih tahan terhadap
pengaruh suhu tinggi karena denaturasi lebih sulit untuk terjadi. Hal ini yang
menyebabkan biji kering dan spora bakteri atau spora jamur lebih tahan terhadap
suhu tinggi.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU REAKSI
ENZIMATIS
1.
Konsentrasi Substrat
Kosentrasi
enzim dan konsentrasi substrat masing-masing dapat merupakan pembatas.
Katalisis yang hanya terjadi juka enzim dan substrat membentuk satu kompleks
sementara. Jadi laju reaksi bergantung kepada jumlah benturan yang terjadi
antara substra dan enzim, yang selanjutnya bergantung kepada kosentrasi. Jika
terdapat cukup substrat, peningkatan kosentrasi enzim dua kali akan
meningkatkan laju reaksi dua kali pula. Dengan penambahan lebih banyak enzim
laju reaksi mulai konstan karena substrat kini menjadi pembatas.
Karena molekul enzim
jauh lebih besar daripada molekul substrat, maka ikatan kompleks enzim substrat
akan lebih sukar terbentuk bila konsentrasi substrat kecil. Bila semua titik
ikat aktif dalam molekul enzim telah terisi oleh substrat maka akan terjadi saturasi,
kecepatan tidak dapat dinaikkan lagi.
Gambar 3.Kurva kejenuhan suatu
reaksi enzim yang menunjukkan relasi antara konsentrasi substrat
(S) dengan kelajuan (v).
2.
Konsentrasi Enzim
Selama jumlah substrat
cukup, penambahan konsentrasi enzim akan mempercepat reaksi (teoritis tak
terbatas).
3.
Temperatur
Karena enzim merupakan
protein maka sangat sensitif terhadap perubahan temperatur. Kenaikan temperatur
akan mempercepat reaksi karena kenaikan temperatur menyebabkan penambahan
energi kinetik substrat dan enzim, serta bertambahnya jumlah tabrakan antara
molekul sebagai akibat agitasi yang lebih besar pada temperatur lebih tinggi.
Meskipun kerusakan
enzim mulai terjadi pada temperatur 450C tetapi temperatur di bawahnya sudah
dapat merusak enzim bila diberikan dalam waktu lama.
4.
pH
Enzim
biasanya dipengaruhi oleh pH medium menurut beberapa cara. Biasanya bagi suatu
enzim yang berfungsi terdapat pH optimum yang pada nilai pH lebih tinggi atau
lebih rendah dari nilai tersebut akan menurunkan aktivitas enzim itu.
Perubahan pH dapat
menyebabkan terjadinya denaturasi, sehingga enzim kehilangan aktivitasnya.
Enzim mempunyai pH optimum untuk bekerja paling aktif. Nilai pH optimum untuk
sebagian besar enzim adalah sekitar 6 sampai 8, akan tetapi terdapat beberapa
perkecualian. Misalnya: pepsin, enzim pencernaan dalam lambung,bekerja paling
baik pada pH 2. Sebaliknya,tripsin, enzim pencernaan yang tinggal dalam
lingkungan usus yang bersifat basa, memiliki pH optimum 8. Selain
efek dari denaturasi , pH juga dapat mempengaruhi laku reaksi menurut dua cara
yaitu:
1.
Aktivitas enzim sering bergantung kepada adanya gugus asam amino atau karboksil
bebas. Gugus itu dapat bermuatan atau tidak bergantung kepada enzim, tetapi
hanya satu bentuk yang dianggap efektif pada suatu keadaan. Jika suatu gugus
amino yang tidak bermuatan diperlukan, pH optimum akan relatif tinggi sedang
gugus karboksil yang normal memerlukan pH rendah.
2.
pH mengontrol ionisasi banyak substrat, beberapa substrat harus di ionisasi
agar reaksi dapat berlangsung.
5. INHIBITOR (ZAT
PENGHAMBAT)
Banyak
substrat asing menghambat pengaruh katalisis enzim. Beberapa senyawa itu adalah
anorganik ( beberapa kation logam) dan beberapa lagi senyawa organik. Kedua
senyawa itu di kelompokkan sebagai inhibitor kompetitif atau non kompetitif
berdasarkan pengaruhnya terhadap substrat.
Inhibitor
kompetitif biasanya mempunyai strukutr hampir sama dengan substrat, sehingga
mampu bersaing untu tempat aktif enzim. Jika kombinasi enzim dan inhibitor seperti
itu terbentuk, kosentrasi molekul enzim yang efektif berkurang sehingga laju
reaksi menurun. Penambahan lebih banyak substrat asli dapat mengatasi pengaruh
inhibitor kompetitif.
Inhibitor
non kompetitif tidak mempunyai struktur yang serupa dengan subsrat dan
membentuk kompleks enzim inhibitor pada suatu tempat bukan pada tempat aktif.
Inhibitor menyebabkan perubahan pada struktur enzim, sehingga walaupun substrat
asli berikatan dengan enzim katalisis tidak dapat berlangsung. Pengaruh
inhibitor nonkompetitif tidak dapat diatasi hanya dengan meningkatkan
kosentrasi substrat asli. Sianida berkombinasi dengan ion logam enzim tertentu
(misal ion tembaga dari sitokrom oksidase) dan menghambat aktivitas enzim
tersebut. Laju reaksi akan terus menurun dengan meningkatnya kosentrasi
inhibitor. Ion-ion logam dan senyawa toksik yang berkombinasi dengan atau
merusak gugus sulfhindril (-SH) adalah non kompetitif. Misal ion Hg2+ dapat
mengganti atom H pada gugus sulfhidril membentuk merkaptan yang tidak larut.
Aktivitas suatu enzim
dapat dihambat (diperlambat atau dihentikan) oleh zat-zat kimiawi melalui
berbagai cara. Hambatan enzim dapat dikelompokkan ke dalam tipe non-reversibel
(tidak dapat balik) dan reversibel (dapat balik). Ada 2 tipe utama hambatan
reversibel, yaitu kompetitif dan nonkompetitif. Hambatan kompetitif dapat
dibalik dengan cara menambah konsentrasi substrat, sedangkan yang nonkompetitif
tidak dapat menambah konsentrasi substrat.
6.
Hasil Reaksi
Laju
reaksi enzimatik dapat ditentukan dengan mengukur laju menghilangnya substrat
atau laju pembentukan hasil atau keduanya. Menurut salah satu cara tersebut
sering terlihat bahwa setelah beberapa waktu reaksi berlangsung lebih lambat.
Penurunan laju reaksi diukur, tetapi faktor lain dapat merupakan penyebabnya.
Salah satu faktor penting adalah menurunnya secara bersinambungan konsetnrasi
substrat atau substra-substrat dan menimbunya hasil. Pada waktu hasil menimbun,
kadang-kadang konsentrasi nya cukup tinggi sehingga menyebabkan reaksi dapat
balik, dengan ketentuan bahwa potensi kia realatif dari hasil rektan
memungkinkan dapat balik. Pada beberapa keadaan, hasil reaksi dapat menghambat
kelanjutan reaksi dengan berkombinasi dengan enzim sehingga pembentukan enzim
kompleks substrat selanjutnya dihambat.
Pada
jurnal yang berjudul “Activity of ligninolytic enzymes during growth
and fruiting body development of white rot fungi Omphalina sp dan Pleurotus
ostreotus”
Abstract: Aktivitas
enzim ligninolytic pada jamur putih yang sudah busuk, dalam hal ini
adalah Pleurotus dan omphalina yang dapat diamati selama pengembangan
tubuh somatik dan berbuah dalam fermentasi substrat padat dengan menggunakan
tandan kosong kelapa sawit (EFB). Aktivitas enzim ini lebih di dominasi oleh
kedua lakase omphalina dan pleurotus. Aktivitas lakase dalam tahap
somatik (Perkembangan miselium) yang tinggi dibandingkan tahan pembentukan
pembuahan di dalam tubuh. Aktivitas lakase yang agak tinggi jika dibandingkan
dengan pleurotus. Puncak aktivitas manganese peroksida (MnP)dari
omphalina yang di obervasi dan di beri vaksin sesudah dua minggu,
ketika pleurotus sudah mencapai puncak kedua dan empat minggu
sesudahnya di beri inokulasi atau pemberian vaksin. Aktivitas MnP pada
pleurotus lebih tinggi dibandingkan dengan omphalina. Pertumbuhan Omphalina di
EFB tidak dapat menghasilkan lignin peroksida (LiP) yang kontras pada
pleurotus. Puncak aktivitas LiP pada pleurotus yang diberi dua perangsang dan
empat minggu sesudah di inokulasi. Aktivitas MnP dan LiP dibius selama
pertumbuhan pembuahan di dalam tubuh ketika lakase di tingkatkan pada kedua
jamur plurotus dan omphalina. Hal ini memberi kesan pada profil enzim
ligninolitik yang di regulasi secara merantai dengan perkembangan pada tahap
pembuahan tubuh di omphalina dan pleurotus.
Pada jurnal ini bahan
yang digunakan adalah Jamur Omphalina sp dan Pleurotus ostreatus, media sorgum,
tandan kosong kelapa sawit (EFB), jamur putih yang sudah membusuk (WRF), dedak
padi, CuSO4, Fosfat buffer dengan pH 7,2.Metode yang digunakan
adalah:
1.
Kondisi kultur. Kondisi kultur pada Omphalina sp dan Pleurotus
ostreatus di inkubasi pada agar dektrosa kentang selama 5-7 hari. Media
tersebut diberi diameter 10 mm dengan berat 30 gr dari koloni jamur pada media
agar dektrosa kentang yang digunakan untuk inokulum media sorgum pada botol
selai (volume100gr). Dan di inkubasi selama duaminggu dengan suhu 26-300C.
2.
Persiapan EFB sebagai media produksi menengah WRF. EFB diperoleh
dari PT. Pinago, Palembang, Sumatera Utara. Sebanyak 500 gr EFB dicampur dengan
30% dedak padi yang direndam dengan 150 mikro meter CuSO4 dengan kadar air 50
persen. EFB disterilkan dengan cara inokulasi dua spesies dan di inkubasi di
ruangan gelap. Pada proses pembuahan, substrat sepenuhnya terjajah dibuka dan
ruang produksi memerah dengan udara segar (1-2 jam setiap hari) untuk
mengurangi baik suhu dan tingkat karbon dioksida. Suhu ruang produksi sekitar
28-300C dengan 70-80% tubuh buah relatif humidity.The pertama diproduksi 2-4
minggu setelah inisiasi.
3.
Ekstraksi Enzim. Fosfat buffer dengan pH 7,2 adalah
digunakan untuk mengekstraksi enzim dari media dengan substrat penyangga 1:03
(b / v), sementara tanah menggunakan mortir secara menyeluruh, dan
disentrifugasi pada 5.000 rpm selama 10 menit pada 0-40C
sentrifugasi diulang sampai bersih filtrat diperoleh.
4.
Aktivitas Enzim Pengukuran. Pengukuran ligninolytic kegiatan
dilakukan setiap minggu selama somatik fase sampai dua minggu setelah
pembentukan berbuah tubuh. Aktivitas enzim dianalisis dari ekstrak kasar enzim.
Aktivitas lakase diukur dengan metode dikembangkan oleh Perez dan Jeffries
(1992). Satu unit lakase Aktivitas didefinisikan sebagai jumlah enzim yang
mengoksidasi sebuah ABTS (2,2-bis-azino-3 ethlybenzothiazoline-6-sulfonat asam)
senyawa per menit pada 370C. Kegiatan LIP diukur dengan pemantauan oksidasi
alkohol veratryl untuk veratraldehyde (Tien & Kirk 1984). Satu LIP unit
didefinisikan sebagai 1 nmol dari veratryl alkohol (guaiacol) dioksidasi
menjadi veratraldehyde per menit. MNP kegiatan ditentukan dengan memantau
oksidasi guaiacol spektrofotometri pada 465 nm (Hatakka 1994). Satu unit
aktivitas didefinisikan sebagai 1 nmol / l Mn2+ teroksidasi per menit.
Aktivitas enzim dianalisis dari masing-masing dari tiga ulangan dan sampel
sampel mengganggu. Dalam semua kasus adalah sarana untuk mereplikasi tiga
budaya, dengan standar penyimpangan yang ditunjukkan oleh kesalahan
HASIL
Enzim Ligninolytic
Kegiatan Omphalina sp. Miselium pertumbuhan Omphalina sp. dalam EFB tumbuh
sangat cepat bahwa somatik fase hanya diperlukan empat minggu untuk inkubasi.
Tubuh buah dari Omphalina sp. putih dalam warna dengan permukaan mengkilap dan
2-3 cm (Gambar 1a). Setelah awal kolonisasi oleh Omphalina sp, itu. lakase
kegiatan yang meningkat tajam dalam kompos dikumpulkan pada tiga minggu setelah
inokulasi (1,992 U / ml). Selama perkembangan tubuh buah, kegiatan lakase
secara bertahap menurun, meskipun meningkat lagi dua minggu setelah pematangan
tubuh buah. Aktivitas MNP meningkat dalam waktu dua minggu setelah inokulasi
dan kemudian menurun setelahnya. Kegiatan ini tidak terdeteksi selama tahap
pembentukan tubuh buah. Dua minggu setelah pembentukan tubuh buah, aktivitas
MNP adalah masih belum terdeteksi. Dalam penelitian ini ditunjukkan bahwa
Omphalina sp. tumbuh di EFB tidak mengekskresikan bibir. Enzim Ligninolytic
Kegiatan P.ostreatus. Miselium P. ostreatus dijajah tas log dalam waktu empat
minggu. Pembentukan tubuh buah diamati dua minggu setelah induksi cahaya.
Gambar 1b menunjukkan tubuh buah P. ostreatus yang
tumbuh pada media EFB Tubuh buah itu. tebal dan berwarna putih dengan berat
biomassa segar mencapai 170 g. Setelah awal kolonisasi P. ostreatus, lakase
yang kegiatan sangat tinggi yaitu 1,762 U / ml. Aktivitas lakase menurun
setelah dua minggu dan peningkatan dalam tiga minggu sesudahnya . Namun, dalam
pembentukan tubuh buah aktivitas lakase berkurang tajam. Namun, ada peningkatan
lakase aktivitas setelah pematangan tubuh buah. Kegiatan puncak MNP dari
somatik sampai tubuh buah pembangunan terjadi dua kali. Pertama itu accurred
dua minggu setelah inokulasi dan puncak kedua diamati selama tubuh buah yaitu
pembentukan 0,634 dan 0,799 U / ml masing-masing. Tapi MnPactivity yang
berkurang setelah pematangan tubuh buah. Kegiatan LIP dari somatik sampai tubuh
buah pembangunan berfluktuasi tetapi aktivitas tertinggi dicapai dalam dua dan
empat minggu inkubasi yaitu 0,404 dan 0,708 U / ml masing-masing. Kegiatan
Bibir menurun selama tubuh buah pembentukan dan tidak ditemukan setelah berbuah
itu tubuh pematangan. Banding Aktivitas Enzim Ligninolytic dari Omphalina sp
dan P.. ostreatus dan Konten Lignin pada Media Pertumbuhan. Pertumbuhan
miselium dari Omphalina sp. Di EFB lignoselulosa lebih cepat daripada P.
ostreatus. Para maksimum kegiatan lakase dari Omphalina sp. Sedikit lebih
tinggi meskipun lebih lambat dibandingkan dengan P. ostreatus. Dalam P.
ostreatus, ada dua puncak aktivitas lakase saat Omphalina sp. ada satu puncak
hanya aktivitas lakase. Yang mirip Pola juga ditemukan MNP. Namun, P.
ostreatus mengeluarkan LIP dalam EFB sebagai media pertumbuhan kontras dengan
Omphalina sp. Analisis lignin dari EFB selama fase somatik dan pembentukan
tubuh buah menunjukkan bahwa lignin konten dua minggu setelah pembentukan tubuh
pada penurunan berbuah EFB diinokulasi dengan kedua Omphalina sp. dan P.
ostreatus yaitu 23,98 dan 18,37% masing-masing. Pengurangan lignin tertinggi
adalah somatik diamati pada fase (empat minggu inculation) yaitu 17,52 dan
7,04% pada Omphalina sp. dan P. ostreatus masing-masing.
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Enzim adalah
biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang
mempercepat proses reaksi tanpa ikut bereaksi) dalam suatu reaksi kimia
organik. Molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya
menjadi molekul lain yang disebut produk. Semua proses biologis sel memerlukan
enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan
metabolisme. Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat untuk
menghasilkan senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia organik yang
membutuhkan energi aktivasi lebih rendah. Sebagian besar enzim bekerja secara
khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam
senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap
enzim yang bersifat tetap. Kerja enzim dipengaruhi oleh konsentrasi substrat,
konsentrasi enzim,,suhu, dan pH. Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak
dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan
(denaturasi). Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali.
Kerja enzim juga dipengaruhi oleh molekul lain. Inhibitor adalah molekul yang
menurunkan aktivitas enzim, sedangkan aktivator adalah yang meningkatkan
aktivitas enzim.
B.
SARAN
-
Jika enzim mengalami denaturasi,optimalkan kembali suhunya maka enzim akan
mengalami renaturasi kembali,tetapi tidak semua enzim bisa mengalami
renaturasi.
-
Perlu kita ingat banyak obat dan racun adalah inhibitor enzim
0 komentar:
Posting Komentar